I hate tending to pain caused by bad cramps.
Not a good timing since I have a deadline tomorrow & am far from completion.
In line with the proposed events from the Malay Heritage Center for this year, we will be contributing articles on different aspects of heritage to Berita Harian.
I chose to do something on fashion. (Janna, according to the proposed calendar of events given to me, Mona J Boutique is having a fashion week on the 20 July right? Hee.)
Nonetheless, I thought of providing an insight on the evolution of Malay wear from traditional to modern times & the influences that contributed to each changing trends.
As I read on each different phase dated as early as the first century when human rely on natural resources to make garments & slowly new discoveries on cloth were unraveled; the imagination of men never cease to amaze me.
At one point of time when clothing not only serves as a basic need for men rather a reflection of cultural identity & modesty; it got me thinking amidst high fashion, are we actually retreating back to early times when 'berkemban' was known as one of the earliest Malay women's clothing recorded in history (and if you look at it, 'berkemban' and tube now has little difference apart from its design & cutting).
Writing for the masses is such a great responsibility especially if it touches on cultural and historical aspects because often this knowledge has been passed on through time and possibly the actual truth may have been peppered with personal prejudice or opinions.
For now let me enjoy my braindead moments.
I hope the unedited draft for the introduction will provide a little insight on the genius mind of our ancestors.
Up till now, I'm certainly impressed by them.
'Dunia fesyen kontemporari dengan kerencaman cetusan ilham kreatif pereka gaya sedunia telah memberi pengertian baru pada takrifan pakaian yang pada asasnya hanya merupakan sesuatu yang dipakai untuk membalut badan dari sebarang elemen yang boleh mencedarakan anggota, menyesuaikan suhu badannya dengan cuaca, menjaga maruah diri dan memberikan keselesaan pergerakan.
Dari zaman manusia menggunakan dedaun serta kulit kayu dan kemudiannya kulit dan bulu binatang sebagai pakaian sehingga timbul ilham untuk membuat kain yang dicarik dan dianyam daripada batang pisang, batang hemp, jut, rami dan daun nanas, ternyata daya cipta manusia tidak lekang menyumbang kepada evolusi berpakaian.
Kini, arus pemodenan yang membawa bersama kecanggihan teknologi telah menyaksikan bagaimana tamadun manusia tidak hanya melihat pakaian sebagai kebutuhan yang mendasar (basic needs) tetapi ianya telah berkembang kepada corak kebutuhan baru yang mencitrakan keterkaitan pakaian dengan identiti berbudaya.
Kepelbagaian cara manusia mempraktikkan budaya yang dipengaruhi lingkungan serta hubungan dengan dunia luar telah mencorak keragaman pakaian yang berpangkal pada adat istiadat serta sistem nilai atau kepercayaan yang dianuti sesuatu masyarakat itu. Pakaian kini dapat mencerminkan keperibadian individu dari kelompok sosial dengan terciptanya simbol-simbol tertentu pada corak dan potongannya sebagai lambang status, darjat, identiti kaum, kepercayaan serta ritual keagaamannya.
Perkembangan tradisi pakaian Melayu ternyata tidak terkecuali dalam menerima pengaruh unsur-unsur luar yang saling berinteraksi antara unsur yang terdapat di merata pelosok Semenanjung dan Kepulauan Melayu di Nusantara. Percikan sejarah telah memperlihatkan bagaimana hasil pengaruh yang diterima daripada bangsa yang bertamadun tinggi seperti bangsa India, Cina, Arab dan Eropah telah menyumbang kepada perkembangan dan perubahan tradisi ini'
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home